Bintang Jatuh #7

Berpuluh-puluh ribu tahun kemudian...
Malam menunjukan pukul sepuluh lebih tiga puluh lima menit. Observatorium itu sepi. Pintu menuju pusat pameran benda-benda langit sudah dikunci. Ayunan yang tergantung pada pohon beringin besar berderit karena tiupan angin. Lampu di dalam observatorium sudah padam. Petugas dan seluruh karyawan sudah pulang semua. Namun pria tua itu masih duduk di teras depan observatorium, sambil memandang langit. Pria itu adalah penjaga tanpa bayaran observatorium sejak dua puluh delapan tahun yang lalu. Dia bilang bahwa ia rela menjaga observatorium tanpa dibayar, asalkan dia boleh melihat bintang sepuasnya kapanpun dia mau.
Beberapa menit kemudian, terdengar cekikikan remaja yang sepertinya seru sekali. Remaja-remaja tersebut masuk mendatangi teras observatorium. Sepertinya mereka berasal dari klub astronomi di sekolah mereka, karena mereka membawa kertas dan mereka menulis sembari memandang langit. Beberapa anak berteriak-teriak membicarakan rasi bintang yang mereka lihat di langit, beberapa anak sibuk mencatat apa yang teman-temannya teriakan.
Hingga seorang anak perempuan berteriak, “Lihat! Itu bintang jatuh!”. Kemudian dilanjut oleh temannya yang berkata, “Teman-teman, ayo buat permohonan!”. Maka, terjadilah pertengkaran.
“Bodoh sekali kau percaya begituan.” celetuk seorang anak laki-laki berkacamata.
“Eh, suka-suka aku, dong!” jawab anak perempuan.
“Eh, kamu dikasih tau malah ngeyel.” timpal si anak laki-laki.
“Eh, biasa aja dong, bisa enggak?” balas si anak perempuan.
“Aduh Tania, jangan injak kertas aku, dong!” temannya pun ikut-ikutan.
Pria tua itu berdiri, mendekati kerumunan remaja tersebut. Mereka yang tadinya berisik, menjadi diam karena pria tersebut. Wajah pria tersebut menyeramkan, walaupun usianya mungkin belum genap tujuh puluh tahun. Pria itu tersenyum kepada mereka, lalu memperkenalkan dirinya. Remaja –remaja itu merasa sedikit tenang, karena mereka pikir pria tua itu adalah hantu.
“Hei, tahukah kalian sejarah bintang jatuh?” tanya si pria tua.
Beberapa anak menggeleng tidak menjawab.
“Ceritanya sangat panjang.” Pria tua itu menghela napas. “Bintang jatuh adalah akibat kesalahan terbesar Hades sepanjang hidupnya. Dia mengambil tanggung jawab saudaranya tanpa seizin Zeus. Akibatnya Hades dijatuhi hukuman yang sangat menyeramkan.”
“Dan apa itu?” tanya sang anak laki-laki berkacamata tadi.
“Dia diasingkan menjadi seorang manusia, nak. Namun, sampai sekarang tak ada seorangpun yang tahu keberadaannya.”
“Lalu, jika Hades sudah menjadi manusia, bintang jatuh yang barusan aku lihat tadi itu apa?” lanjut sang anak laki-laki berkacamata.
“Mungkin itu adalah anak buah Hades yang sedang berlatih panahan, nak.” Pria tua itu terkekeh. “Akan tetapi yang pasti, Hades sangat menyesal telah melakukan kesalahan itu. Sangat menyesal.”
“Dari mana kau yakin tentang itu?” tanya anak perempuan yang kertasnya diinjak tadi.
Pria itu terdiam sebentar, lalu tertawa. Kemudian dia memandang langit, dan terdapat bintang jatuh lagi tepat di atas kepalanya. Dia berhenti tertawa, menundukan kepalanya, lalu menatap wajah anak perempuan itu. Lantas dia tersenyum.
“Karena akulah dia.”
ººº
“tertawalah lebih keras, agar dunia luas melihat kita
jangan kau takut, pegang tanganku
aku mencintaimu apa adanya
aku cahayamu kau bintangku
ini dunia kita.”

Tidak, cinta. Mereka tidak menari. Mereka tidak bisa. Mereka jatuh, cinta. Jatuh.

Comments

Popular posts from this blog

Song

Tugas Calon Mentor OSKM ITB 2018

Book Review